Postingan pertama!!!!
Cerpen ini pernah ikut serta dalam sebuah lomba, tapi ngga menang -.-
Daripada numpuk ngga kepake di laptop, jadi mending di-share aja ya kaan
Semoga pembaca terhibur ^^
Let's see ...
Real or Not Real
Berawal
dari saat guru Biologi menghukumku karena tidak mengerjakan tugas mencari
Bahasa Latin dari nama-nama tulang yang menyusun tubuh. Jangan heran, aku sudah
terkenal sebagai siswa pemalas. Jika ada penghargaan pelajar pemalas, mungkin
aku akan mendapatkannya dan aku bangga akan hal itu. Setiap orang pastinya
memiliki kelebihan tertentu yang bisa dibanggakan, bukan?
Tapi orang tua, teman, maupun guru-guru
tidak setuju itu. Jelas! Mana mungkin
ada orang waras yang justru mengagumi sifat malasnya?
Hingga akhirnya
sesuatu yang tak terduga datang padaku.
Setelah memperoleh
hukuman untuk mengerjakan sebanyak 50 butir soal Biologi, kakiku melangkah
ringan menuju perpustakaan. Salah satu ruangan di sekolah, selain ruang guru,
yang tidak pernah menjadi daftar tujuanku.
***
Sesampainya
di sana aku justru bingung. Bertanya-tanya mengapa aku bisa berdiri di depan
rak buku pelajaran, terlebih lagi jari-jariku sudah siap mengambil buku Biologi
kelas XI. Perpustakawan pun menatapku heran seolah tampangku ini bagai orang
yang baru saja tertimpa benda berat, kemudian hilang ingatan. Oleh karena itu,
kuputuskan untuk mengambil buku tersebut dan berjalan mengarah pada area baca.
Aku duduk di salah satu kursi yang menghadap meja. Membuka buku yang isinya
terlihat seperti rangkaian tulisan sansekerta, sehingga aku tak bisa membaca
apalagi memahaminya.
Beberapa
jam berlalu. Kupikir aku tertidur, setelah sadar bahwa ada rasa dingin akibat
rembesan air pada halaman buku yang berasal dari sudur bibirku. Masih dalam keadaan
setengah sadar, aku mendengar derap langkah kaki yang semakin mendekat. Wajahku
reflek melongo pada kaca yang mengarah ke luar. Para siswa masih berkeliaran di
koridor. Masih istirahat, pikirku.
“Ayo
kerjain tugasmu!” hentakkan tumpukan buku terdengar begitu mengagetkan. Melihat
seseorang berdiri di sampingku, aku hanya mampu mengerjapkan mata.
Aku melihat bidadari.
Paling tidak, sampai ia
memberikan setumpuk buku lagi tepat di hadapanku. “Ayo dikerjain, Dio! Aku ngga
mau kamu tinggal kelas cuma gara-gara otak kamu itu dipenuhin sama rasa malas!”
lanjutnya tanpa jeda dan yang justru kulakukan adalah menatapnya pongah.
Aku
ingin bicara. Hanya saja aku merasa akan tergagap saat bicara.
“Lo siapa?”
“Aku siapa?” tanyanya
marah. “Aku orang yang kamu minta supaya kamu bisa semangat! Sekarang aku udah
datang …” ujarnya sambil menyusun buku. “Jadi, ubah diri kamu.”
Oh. PIkiranku melayang.
Apa yang sedang ia
bicarakan? Aku memintanya datang? Aku memiliki permintaan semacam itu?
Ya! Tentu! Mengapa aku bisa lupa?
Sebelumnya, saat aku
melihat tulisan sansekerta pada buku Biologi, aku berharap seandainya ada
seseorang yang bisa menjadi penyemangat untukku. Mungkin rasa malas yang sudah
mengakar dalam diriku bisa hilang. Akan tetapi, Tuhan benar mengabulkannya?
Sekarang? Agak aneh, karena aku merasa tidak pernah melihat perempuan ini
sebelumnya. Murid baru, kah? Siapa yang peduli,
pikirku menahan senyum.
***
Mulai saat itu hidupku
berubah. Biasanya hari-hariku diisi dengan main-main tak jelas, namun kini diisi
dengan belajar. Selain otak yang semakin
lancar berpikir, soal-soal pelajaran apapun bisa dikerjakan, serta nilai-nilai
yang di atas rata-rata, kusadari bahwa hari-hari yang kujalani pun terasa
berlalu begitu cepat. Bagai sekelibat pemandangan di luar jendela kereta yang
sedang melaju kencang.
Aku sungguh merasakan
perubahan yang luar biasa pada diriku. Dan hal itu terjadi semenjak aku
menemukan penyemangatku. Seorang perempuan yang datang sendiri padaku di dalam
perpustakaan.
Hampir setiap hari aku
bersamanya. Ia benar-benar menjadikanku lebih baik. Ia telah mengajakku
masuk ke dalam petualangan belajarnya yang menyenangkan dan membuatku nyaman.
Sekarang, predikat malas dan langganan nilai jelek sudah tidak lagi ditujukan
padaku. Hilangnya semudah daun kering yang tertiup angin, begitu ringan tanpa
beban. Bahkan saat pembagian rapot, nyaris tak ada nilai yang di bawah standar.
Gelar juara kelas pun justru aku yang berhasil memilikinya.
Aku
mendapatkan salam selamat, senyuman penuh bangga, dan tepukan keras dari arah
belakang.
Lalu,
…
And then ...
Tunggu kelanjutannya di blog ini yaa
atau boleh menerka-nerka apa yang terjadi selanjutnya hehe
Give me your comment for a better story, yo ...
Thanks for visiting and reading ^^